Sejak Tahun 2018 Pusat Studi Asia dan Pasifik Universitas Gadjah Mada (PSAP UGM) telah melakukan pendampingan terhadap Desa Wisata Dekso (Dewa Dekso) Kalurahan Banjararum, Kalibawang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendampingan dimulai sejak rintisan desa wisata hingga diterbitkannya SK Bupati Kulonprogo tentang pengukuhan Dewa Dekso. Pendampingan dewa wisata ini termasuk menyiapkan paket-paket wisata yang ada di sejumlah destinasi di Kalurahan Banjararum.
Memasuki perjalanan Dewa Dekso tahun ke-6, pendampingan PSAP UGM mengangkat tema “Optimalisasi Desa Wisata Dekso dan Kelembagaan Penunjang dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Alternatif Masyarakat Kalurahan Banjararum, Kapanewonan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo”. Kegiatan pendampingan tahun ini dalam kerangka Program Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Desa Binaan Tahun Anggaran Tahun 2024.
Kegiatan pendampingan Dewa Dekso ini seiring sejalan dengan tujuan-tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) sebagai upaya strategis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal secara berkelanjutan. Pendampingan ini berfokus pada penguatan kapasitas masyarakat desa wisata agar mampu memanfaatkan potensi alam, budaya, dan ekonomi secara optimal dan ramah lingkungan. Salah satu poin penting adalah pengelolaan sumber daya alam secara bertanggung jawab, yang sejalan dengan SDG 13 tentang Penanganan Perubahan Iklim, serta SDG 15 terkait Pelestarian Ekosistem Darat. Masyarakat didorong untuk mengelola pariwisata yang berbasis alam tanpa merusak lingkungan.
Selain itu, pendampingan ini juga mendukung pencapaian SDG 8 mengenai Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi dengan cara meningkatkan keterampilan masyarakat dalam mengelola usaha pariwisata. Pelatihan dalam bidang hospitality, manajemen, serta pemasaran digital dapat membuka lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi lokal. Desa wisata yang dikelola dengan baik juga memiliki potensi besar dalam menarik wisatawan, baik domestik maupun internasional, sehingga dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat setempat.
Pendampingan komunitas juga diarahkan untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil, sejalan dengan SDG 10 yang bertujuan mengurangi kesenjangan. Salah satunya adalah dengan melibatkan kelompok-kelompok marginal, seperti perempuan dan pemuda, dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan desa wisata. Partisipasi yang inklusif akan memastikan bahwa semua pihak mendapat manfaat yang adil dari perkembangan desa wisata, sekaligus memperkuat kohesi sosial di dalam komunitas.
Pada akhirnya, kegiatan pendampingan ini bertujuan untuk mewujudkan desa wisata yang berkelanjutan dan tangguh, mendukung SDG 11 tentang Kota dan Komunitas Berkelanjutan. Melalui pengelolaan pariwisata yang cerdas dan kolaboratif, desa wisata diharapkan mampu menciptakan keseimbangan antara perkembangan ekonomi, pelestarian budaya, serta kelestarian lingkungan. Pendampingan yang berbasis SDGs ini tidak hanya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menjadi contoh praktik terbaik bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan di tingkat nasional dan internasional.